Beberapa tahun terakhir ini kita temui dalam pembangunan rumah tinggal, terutama di kota-kota besar, penggunaan bata merah sebagai material untuk dinding, semakin banyak digantikan oleh bata ringan. Beberapa alasannya adalah pekerjaan lebih cepat dan lebih rapi. Untuk bangunan dua lantai ke atas, alasannya bertambah bahwa bobot bata ringan jauh lebih ringan daripada bata merah, sehingga perhitungan beban strukturnya akan dapat dihemat.
Sedangkan untuk proyek bangunan tinggi, penggunaan bata ringan telah lebih dulu dilakukan. Faktor kecepatan dan kerapian pekerjaan menjadi faktor penting dalam pemilihan material ini. Sebenarnya banyak faktor lain yang menjadi pembeda secara teknis antara bata merah dengan bata ringan, sehingga akhirnya orang beralih menggunakan bata ringan. Dalam pembangunan proyek skala besar, faktor-faktor ini menjadi faktor penting, mulai dari proses perencanaan.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang perbandingan teknis antara bata merah dengan bata ringan, akan dibahas terlebih dahulu tentang pengertian, cara pembuatan dan karakteristik bata ringan. Pengertian bata ringan sendiri adalah batu bata yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada bata pada umumnya. Dari teknologi pembuatannya, bata ringan dikenal ada dua jenis, yaitu Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight Concrete (CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung udara ke dalam mortar akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis. Perbedaan bata ringan AAC dengan CLC dari segi proses pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam oven autoklaf bertekanan tinggi sedangkan bata ringan jenis CLC yang mengalami proses pengeringan alami.
Bata ringan AAC adalah beton selular dimana gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi kimia, adonan AAC umumnya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi).Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan.
Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran. Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183 derajat celsius. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan.
Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan alumunium pasta, terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan.
Berikut adalah tabel perbandingan teknis antara bata merah dengan bata ringan:
Bagaimana dengan perbandingan biayanya? Untuk hal ini akan dibahas pada artikel tersendiri.